WAINGAPU | LENSANUSA.COM – SMA Negeri 1 Waingapu, sekolah berakreditasi A yang berlokasi di Jl. Majapahit No. 1, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur, tengah menjadi sorotan publik menyusul ditemukannya sejumlah kejanggalan dalam pelaporan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari tahun 2020 hingga 2023. Data anggaran yang diakses publik menunjukkan adanya selisih signifikan antara jumlah dana BOS yang diterima dengan total rincian penggunaan yang dilaporkan, bahkan terdapat total penggunaan yang melebihi dana yang diterima pada beberapa tahap.
Berdasarkan data yang dihimpun, total dana BOS yang diterima SMA Negeri 1 Waingapu dalam kurun waktu 2020 hingga Tahap II 2024 mencapai lebih dari Rp 8,2 miliar. Kejanggalan paling mencolok ditemukan pada beberapa tahap pencairan:
Terlihat adanya beberapa tahap di mana total penggunaan yang dilaporkan justru melebihi jumlah dana BOS yang diterima sekolah, seperti pada Tahap III tahun 2022 dengan kelebihan mencapai lebih dari Rp 155 juta dan Tahap II tahun 2023 dengan kelebihan sekitar Rp 119 juta. Di sisi lain, beberapa tahap juga menunjukkan sisa dana yang cukup besar yang tidak terlaporkan penggunaannya secara rinci, seperti pada Tahap I tahun 2023 dengan selisih Rp 119 juta.
Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Waingapu, Rambu Baja Oru, yang memimpin 59 guru dan tenaga kependidikan dengan total 1.040 murid, menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas pengelolaan anggaran ini.
Anggaran Honorarium dan Administrasi Melonjak
Selain selisih total dana, perhatian juga tertuju pada pos-pos pengeluaran tertentu. Pembayaran honorarium, yang menjadi salah satu komponen utama, menunjukkan fluktuasi signifikan, dari Rp 123.600.000 di beberapa tahap tahun 2020 menjadi Rp 158.000.000 pada Tahap II tahun 2023, dan sempat nol rupiah pada Tahap I 2024 sebelum muncul kembali dengan nilai yang sama.
Pengeluaran untuk Administrasi Kegiatan Sekolah juga menunjukkan kenaikan yang masif, dari Rp 37.171.140 pada Tahap II 2020 menjadi Rp 206.640.164 pada Tahap II 2023. Peningkatan drastis ini menimbulkan pertanyaan tentang efisiensi dan urgensi biaya administrasi.
Konfirmasi Belum Ditanggapi
Dalam upaya menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik, terutama Prinsip Akurasi dan Perimbangan (Cover Both Sides), tim redaksi media ini telah melayangkan surat konfirmasi resmi kepada pihak SMA Negeri 1 Waingapu pada tanggal 30 September 2025 untuk meminta klarifikasi terkait kejanggalan dalam pelaporan dana BOS tersebut.
Namun, hingga berita ini ditayangkan pada Senin, 20 Oktober 2025, pihak sekolah yang beralamat di Jl. Majapahit No. 1, Waingapu, belum memberikan tanggapan resmi. Ketidakhadiran klarifikasi dari pihak sekolah semakin memperkuat dugaan adanya masalah dalam manajemen keuangan yang memerlukan audit mendalam dari pihak berwenang, seperti Inspektorat Daerah atau Kejaksaan.
Masyarakat dan wali murid berharap agar Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur segera mengambil langkah untuk mengaudit penggunaan dana BOS di sekolah unggulan ini demi menjamin transparansi dan akuntabilitas anggaran pendidikan.
Untuk diketahui, sesuai pemberitaan media ini sebelumnya upaya tim media untuk mendapatkan konfirmasi resmi terkait dugaan penyelewengan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMA Negeri 1 Waingapu berakhir dengan ketegangan. Seorang pengawas sekolah, yang disebut sebagai atasan Kepala Sekolah, diduga bersikap kasar dan menghalangi kerja jurnalistik saat wartawan meminta kejelasan tentang balasan surat konfirmasi yang tak kunjung dijawab pihak sekolah.

Insiden ini terjadi ketika tim media mendatangi SMAN 1 Waingapu untuk menanyakan tindak lanjut dari surat konfirmasi yang telah dilayangkan terkait penggunaan dana BOS. Alih-alih mendapatkan surat balasan tertulis, tim diarahkan untuk menemui seorang wanita paruh baya yang diperkenalkan sebagai pengawas, Senin (13/10/2025) sekira pukul 11.30 WIB.
Saat pengawas tersebut mulai memberikan penjelasan secara lisan, suasana berubah tegang. Pengawas yang terkesan tidak senang dengan kehadiran wartawan, secara tiba-tiba menunjuk-nunjuk tim media dan menolak keras proses dokumentasi video.
“Saya minta jangan video!” ujar wanita paruh baya tersebut dengan nada tinggi sambil menunjuk.
Padahal, menurut keterangan tim media, tujuan awal kedatangan mereka adalah hanya untuk meminta keterangan tertulis atau balasan resmi dari surat yang sudah diterima sekolah. Namun, karena pihak sekolah dan pengawas bersikeras memberikan penjelasan secara lisan, wartawan merasa perlu mendokumentasikan pernyataan tersebut sebagai bukti dan bagian dari peliputan yang akuntabel.
Dugaan penyelewengan ini berfokus pada total dana BOS yang diterima sekolah, khususnya pada tahun 2020 dan 2021. Pada tahun 2020, SMA Negeri 1 Waingapu menerima kucuran dana BOS sebesar Rp418.500.000 (Tahap I), Rp558.000.000 (Tahap II), dan Rp439.650.000 (Tahap III). Setahun berikutnya, di tahun 2021, dana yang diterima juga besar, yakni Rp439.650.000 (Tahap I), Rp586.200.000 (Tahap II), dan Rp463.500.000 (Tahap III).
Jika ditotal, selama dua tahun kritis tersebut, sekolah menerima dana lebih dari Rp2,8 Miliar di tengah kondisi pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang menekan kebutuhan operasional fisik sekolah.
Anggaran Ganda dan Item Mencurigakan
Indikasi utama penyelewengan adalah dugaan pengulangan item anggaran yang sama secara terus-menerus, yang mengarah pada pengeluaran fiktif. Beberapa pos anggaran yang paling mencolok dan dipertanyakan kewajarannya:
- Penyediaan Alat Multi Media: Penganggaran berulang untuk item ini dipertanyakan, mengingat kebutuhan pengadaan seharusnya bersifat periodik, bukan rutin setiap tahun, apalagi di tengah PJJ.
- Pengembangan Perpustakaan: Anggaran besar untuk pengembangan perpustakaan dipertanyakan efektivitasnya ketika siswa tidak datang ke sekolah.
- Pemeliharaan Sarana dan Prasarana: Angka yang tinggi untuk pemeliharaan fasilitas yang minim digunakan selama pandemi memicu kecurigaan mark-up.
- Administrasi Satuan Pendidikan dan Administrasi Sekolah: Kedua pos administrasi ini diduga menjadi “keranjang” untuk menampung dana yang tidak jelas peruntukannya.
Anggaran PPDB Dua Kali Setahun: Logika yang Terputus
Kejanggalan yang paling tidak masuk akal terkuak pada pos anggaran kegiatan Penerimaan Siswa Baru (PSB) atau PPDB. Berdasarkan data, anggaran untuk kegiatan ini dicairkan rata-rata dua kali dalam setahun.
Secara logis, kegiatan PPDB hanya terjadi satu kali dalam setahun ajaran baru. Pencairan anggaran PPDB sebanyak dua kali dalam periode 12 bulan mengindikasikan kuat adanya mark-up atau penyalahgunaan dana dengan mencantumkan kegiatan fiktif. (Redaksi)