Home / DI YOGYAKARTA

Kamis, 31 Juli 2025 - 06:35 WIB

Warga Melawan ! Tanah Pantai Sanglen Digusur Demi Investor dengan Dalih Penataan Kawasan

GUNUNGKIDUL | LENSANUSA.COM. – Tanah Mataram dulu adalah panggung kejayaan. Di sinilah kerajaan besar tumbuh, budaya adiluhung mekar, dan semangat perlawanan terhadap penjajahan menyala. Tapi kini, kejayaan itu seperti tinggal narasi simbolik. Sebab rakyat Mataram yang dahulu bagian dari jantung kekuasaan, hari ini justru menjadi korban penggusuran, tersingkir dari tanahnya sendiri.

Ironi ini menyentuh titik paling perih ketika menyangkut tanah Sultan Ground (SG). Dalam amanat Sri Sultan Hamengkubuwono IX pada 5 September 1945, beliau menyatakan dengan tegas bahwa:“Tanah-tanah di wilayah Kesultanan, termasuk Sultan Ground dan tanah Kadipaten Pakualaman, akan digunakan dan dikelola demi kesejahteraan rakyat, sebagai bagian dari komitmen bergabungnya Yogyakarta ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).”

Namun dalam kenyataannya hari ini, tanah-tanah itu justru menjadi alat kekuasaan untuk mengusir rakyat dengan dalih “PENATAAN KAWASAN” tak lain hanya untuk kepentingan bisnis

Foto.Istimewa

Seperti halnya terjadi di pantai Sanglen, Kalurahan Kemadang, Kapanewon Tanjungsari, konflik agraria kian memanas usai Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengeluarkan surat pengosongan lahan Sultan Ground (SG).

‎“Kami bukan penduduk ilegal. Ini tempat kami hidup turun-temurun,” tegas Setya Wibawa, warga yang merasa terusir dari tanah yang telah lama mereka kelola.

‎Warga menolak digusur secara sepihak, menyebut inti masalah bukan status lahan, tetapi hadirnya investor bernama Obelix yang menutup akses publik ke pantai.

‎Suasana kian mencekam setelah Keraton melayangkan surat resmi nomor 045/KWPK/VII/2025.

‎Pihak Panitikismo Keraton memberi batas waktu hingga 28 Juli 2025 untuk pengosongan.

‎‎“Jika tidak segera dikosongkan, akan kami tempuh jalur hukum dan tak bertanggung jawab atas kerugian,” tulis surat tersebut.

‎Namun, warga justru melihat pagar seng menjulang tinggi memagari akses ke laut, yang dulu bebas dinikmati semua orang.

‎‎“Sekarang malah kami yang disuruh pergi,” ucap Setya, getir.

WALHI Yogyakarta pun angkat bicara.

‎Rizki Abiyoga, Manajer Kampanye Tata Ruang dan Agraria WALHI DIY, menyebut kasus ini sebagai “potret ketimpangan agraria di wilayah istimewa.”

‎Ia menyoroti tindakan penutupan akses pantai oleh investor sebagai pelanggaran atas ruang hidup masyarakat.

‎‎“Kehadiran investor harus dikaji terbuka. Status keistimewaan seharusnya melindungi warga, bukan melegitimasi penggusuran,” ujarnya.

‎‎WALHI juga mengingatkan pemerintah untuk segera membuka dialog multipihak agar konflik tidak makin membara.

‎Ketegangan mencapai puncaknya saat pembongkaran warung-warung di Pantai Sanglen dimulai, Selasa (29/7/2025). Dikutip Peristiwaterkini.Net.

‎‎Aparat bertindak tanpa kompromi, membongkar bangunan semi permanen yang disebut berdiri di atas SG.

‎‎“Warung kami dihancurkan tanpa negosiasi. Bahkan banner Sri Sultan HB IX ikut dirusak,” ungkap Wastono, anggota Paguyuban Sanglen Merdeka.

‎‎Ia menunjukkan coretan ancaman di reruntuhan bangunan: “Gelem Bongkar Ora?” dan “Bongkaren iki Selanjute.”

‎Warga menyebut tindakan itu sebagai teror, bukan penegakan hukum.

‎Paguyuban Sanglen Merdeka menuntut transparansi dan keadilan dalam pengelolaan tanah SG.

‎“Kami ingin dialog, bukan intimidasi. Ini bukan hanya soal warung, tapi soal masa depan keluarga kami,” ujar salah satu warga.

‎Mereka menuntut Pemda DIY dan Keraton berhenti mengambil langkah sepihak.

‎Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari Pemda DIY atas tudingan intimidasi. Namun, sumber internal menyebut,

‎‎“Proses pengosongan tetap berjalan. Kami hanya menjalankan amanat undang-undang.”

‎Konflik agraria ini pun masih jauh dari selesai. *SY.

Share :

Baca Juga

DI YOGYAKARTA

Pelukan Hangat untuk Lansia, Ditlantas Polda DIY Bawa Kebahagiaan ke Panti Wreda HANNA

DI YOGYAKARTA

Aliansi R4 Audiensi ke DPRD DIY, Gandi : 8600 Tenaga Honorer Terancam Kena PHK

DI YOGYAKARTA

Polres Bantul Buka Layanan Penitipan Sepeda Motor Gratis, Warga Tenang Saat Mudik

DI YOGYAKARTA

Kapolda DIY: Jadikan Tribrata Sebagai Kompas Pengabdian

DI YOGYAKARTA

Sesosok Mayat ditemukan di Bebatuan Sungai Progo Kalibawang , diketahui Warga Magelang

DI YOGYAKARTA

Prestasi Gemilang, Polda DIY dan Jajaran Raih Penghargaan IKPA Sempurna dari DJPb DIY

DI YOGYAKARTA

Kapolres Bantul Buka Turnamen Bulutangkis Kapolres Cup 2025, Dalam Rangka Hari Bhayangkara ke-79

DI YOGYAKARTA

Gerakan G31/OKT/SBSI, Dani Eko Wiyono Desak Pemerintah Turunkan Pajak