SLEMAN| LENSANUSA.COM. – Kekecewaan diungkapkan sejumlah elemen buruh dan pegiat sosial di Sleman setelah rencana aksi damai serta rapat koordinasi internal mereka mendapat penolakan dari aparat kepolisian. Semula, massa berencana menggelar aksi pada Minggu, (20/7/ 2025), terkait kasus dugaan korupsi dana hibah pariwisata yang tak kunjung menemui kejelasan dari Kejaksaan Negeri Sleman.

Koordinator aksi, Dani Eko Wiyono menjelaskan, keputusan memilih tanggal 20 Juli karena bertepatan dengan hari Minggu, di mana sebagian besar anggotanya libur dan bisa terlibat penuh dalam aksi damai tersebut.
Namun, rencana aksi itu mendapat permintaan pembatalan dari pihak kepolisian dengan alasan adanya kegiatan Apel Akbar KOKAM di Lapangan Tridadi, Sleman, yang menurut informasi akan dihadiri oleh Kapolri. Massa kemudian berinisiatif mengubah format kegiatan menjadi rakor internal organisasi perburuhan yang tidak berhubungan dengan isu aksi atau demonstrasi, Sayangnya, permintaan untuk menghentikan kegiatan pun meluas.
“Anehnya, bukan hanya aksi, rakor internal organisasi kami pun diminta ditiadakan. Padahal itu bukan bentuk demonstrasi, melainkan agenda internal yang seharusnya tidak terganggu,” ujar Dani yang juga koordinator Aliansi Rakyat Peduli Indonesia (ARPI)
Ia mempertanyakan sikap aparat yang dinilai berlebihan.
“Begitu mulianya Kapolri sampai-sampai pergerakan internal kami pun diminta untuk ditiadakan? Lucu, kan?,” Imbuhnya.
Dani menegaskan bahwa pembatalan aksi dilakukan bukan karena takut terhadap tekanan, namun demi menghormati jalannya acara Apel Akbar KOKAM. Meski demikian, mereka menyayangkan terhambatnya ruang demokrasi dan gerakan rakyat hanya karena kunjungan pejabat negara.
“Kami ini warga negara Indonesia, bukan kumpulan teroris. Kami punya hak berkumpul dan menyampaikan pendapat, bahkan untuk sekadar rakor internal sekalipun,” tandasnya.
Aksi tersebut semula bertujuan untuk menagih kejelasan dan transparansi atas dugaan korupsi dana hibah pariwisata yang telah mereka adukan berkali-kali ke Kejaksaan Sleman, namun hingga kini belum ada kejelasan.
“Ketika gerakan rakyat dibungkam demi kepentingan jabatan dan kekuasaan, maka yang tersisa hanyalah intimidasi tanpa solusi,” pungkasnya.*SY.














