BENGKALIS – LENSANUSA.COM – Yayasan Riau Madani kembali menggugat PT Panahatan Kelurahan Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis – Riau di Pengadilan Tinggi Negeri Bengkalis. Gugatan tersebut telah memasuki tahap Jawaban Perkara dari pihak tergugat PT Panahatan diwakili Kuasa Hukumnya, Apul Sihombing, S.H., M H. Rabu, (01/02/2023).
Kepada awak media ini, Apul Sihombing menyampaikan ada hal menarik dan penuh tanya atas gugatan yang dilayangkan oleh Yayasan Riau Madani. Meskipun pernah mencabut gugatan pertama karena berakhir berdamai, satu kali gugatannya kalah di pengadilan, dan untuk ketiga kalinya kembali menggugat PT Panahatan dengan objek perkara yang sama, pihak tergugat dan penggugat yang sama.
“Sudah pernah menggugat objek perkara yang sama, 1 kali dicabut setelah berdamai, 1 kali kalah sampai ke kasasi, sekarang menggugat lagi untuk ketiga kalinya, ,” jelas Apul Sihombing.
Menurutnya, berdasarkan hukum Indonesia baik Hukum Perdata maupun Hukum Pidana, ada azas yang disebut Ne Bis In Idem yaitu perkara dengan objek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya.
“pernah ada surat perdamaian yang setara dengan putusan inkracht antara para pihak sampai terjadi pencabutan perkaran oleh pihak Yayasan Riau Madani sebagai pihak tergugat, ” ungkapnya.
Lanjutnya lagi, gugatan Yayasan Riau Madani saat mediasi meminta resume izin Kehutanan di dalam permohonan mediasinya, namun secara lisan meminta uang sebesar 1 Miliyar. Selain dari itu, Yayasan Riau Madani juga menggugat PT. Panahatan dengan pasal perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 15 Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang kawasan hutan.
“Klien saya, (PT. Panahatan-red) telah berkebun sejak tahun 1990-an, artinya Undan-undang kehutanan belum ada pada wakru itu.” Jelasnya kepada awak media.
Jika mereka betul memiliki idealisme dalam melestarikan hutan, menurut Apul Sihombing, Yayasan Riau Madani harusnya tidak hanya menggugat PT. Panahatan tetapi semua kelompok hutan Rangau seluas hampir 1 juta hektar di dalam SK penunjukkan Menteri LHK.
Untuk diketahui bersama, Kawasan Hutan Rangau masih tahap SK Penunjukkan Menteri LHK artinya bersasarkan Undang-Undang Cipta Kerja tahun 2022 (Omnibus Law), bentuk penyelesaian untuk yang terlanjur membuka perkebunan dalam hutan kawasan penyelesaiannya secara Restorative yaitu diberi kesempatan kepada orang yang bersangkutan untuk mengajukan izin.
“Ini sudah melebihi hukum kolonial, mereka meminta untuk menghutankan kembali dengan menanam jenis tanaman seperti meranti, durian dll. Padahal dalam Peraturan Pemerintah sebagai turunan UU Cipta Kerja tidak ada sanksi seperti itu.” Tegas Apul Sihombing kepada awak media.
Saat dikonfirmasi ulang terkait ada permintaan sejumlah uang oleh pihak Yayasan Riau Madani, Apul Sihombing membenarkan informasi itu.
“PH nya berkata sm sy ajukan aja 1 m nanti kita bagi².” Jawabnya tegas.***