YOGYAKARTA | LENSANUSA.COM. – Padusan tradisi orang Jawa sama halnya dengan ngabuburit, padusan juga telah menjadi bagian dari tradisi yang wajib dilaksanakan masyarakat Jawa untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Tradisi padusan ini dinilai sebagai simbol pembersihan diri sekaligus mensucikan jiwa serta raga manusia guna memasuki bulan Ramadhan.
Tradisi padusan ini berasal dari masyarakat Jawa yang dimaksudkan untuk menyambut bulan Ramadhan. Istilah ‘padusan’ berasal dari kata ‘adus’ yang berarti ‘mandi’. Jadi, istilah ‘padusan’ berarti mandi suci guna membersihkan diri sebelum menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Dalam aktivitasnya, masyarakat akan beramai-ramai melakukan mandi di sebuah sungai, kolam renang, atau objek mata air setempat dengan anggapan dapat menghanyutkan dosa-dosa di masa lalu demi bulan suci Ramadhan.
Jika melihat dari pengertian budaya, tradisi padusan ini merupakan tradisi masyarakat setempat untuk membersihkan diri atau mandi besar dengan maksud mensucikan jiwa dan raga dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadhan.
Tradisi padusan telah berlaku sejak ajaran Islam belum masuk ke Pulau Jawa. Pada kala itu di Kerajaan Majapahit, para ksatria, brahmana, hingga empu terbiasa mandi besar untuk mensucikan diri. Maka dari itu, dapat disebut bahwa tradisi padusan ini merupakan adopsi dari kebudayaan peninggalan agama Hindu, Budha, dan Animisme yang sebelumnya telah berkembang di Pulau Jawa.
Nah, padusan yang menjadi tradisi adat Jawa tersebut akhirnya berhasil dipadukan dengan agama Islam oleh para Wali Songo. Tradisi ini bermakna bahwa sebelum meminta rahmat kepada Tuhan Yang Maha Pencipta, kita diharuskan untuk membersihkan diri terlebih dahulu, baik jiwa dan raga.
Tradisi padusan ini telah dilakukan secara turun-temurun oleh para nenek moyang. Selain itu, dalam melaksanakan tradisi ini, tidak ada aturan resmi yang mengatur adanya proses padusan. Ada yang hanya mandi biasa dengan disertai niat membersihkan diri, ada juga yang menggunakan prosesi tertentu.
Misalnya, di Pemandian Cokro Tulung yang berada di Klaten, Jawa tengah,sendang kasihan Bantul Daerah istimewa Yogyakarta mengadakan prosesi khusus dalam tradisi padusan ini. Biasanya, pengunjung di pemandian ini adalah para muda-mudi yang duduk di depan kolam kecil sebagai mata air. Setelah itu, mereka akan bergantian mengguyurkan kepala mereka menggunakan gayung berisi air kembang
Namun kebanyakan, para masyarakat ini mewujudkannya dalam bentuk mandi dan keramas di lokasi sumber mata air yang dianggap “keramat”. Tidak hanya itu, mereka juga akan bermain air bersama-sama. Dan zaman sekarang momen padusan tidak hanya lakukan di sendang ataupun umbul akan tetapi banyak juga masyarakat menjalani moment padusan di kolam renang , pantai ,maupun di sungai.
Masyarakat Jawa, umumnya masih menjalankan tradisi ini hingga sekarang. Tradisi ini dinilai efektif untuk membangun tali persaudaraan antar sesama masyarakat sekitar dalam nuansa penuh keakraban. *SY











